Rabu, 26 Agustus 2009

Di Depan Pusara Syuhada Uhud

Turun dari bis, seluruh organ tubuhku bergetar. Aku tebarkan pandanganku ke arah sebuah bukit kesayangan Nabiku, bukit Uhud dimana kaki Nabiku pernah menginjaknya sehingga bukit itupun bergetar.

Salah seorang teman jamaah mengajak saya untuk mendekati sebuah pagar besi yang menjulang tinggi sebagai garis batas dari makam para syuhada uhud. Wong diajak temen ya aku mau saja, meski perasaanku makin tidak karuan. Dan benar....Ya Allah...Ya Karim....

Begitu sudah dekat , aku diam terpaku di depan pusara para syuhada uhud. Tiba-tiba saja dalam pandangan mataku, ada sebuah layar berwarna putih yang sangat besar sekali persis di depan saya. Kayak layar tancep.

Dan aku saksikan sebuah tontonan pertempuran dahsyat dengan debu yang beterbangan kesana kemari akibat dari kaki- kaki kuda dan unta berlarian. Ya Rabb.....inikah yang dinamakan perang hud ? Sungguh, aku menyaksikan sebuah epos, peperangan antara kaum muslimin dan kaum kafir. Dan.....

Kulihat seorang yang berbadan tegap naik kuda begitu gagah namun dadanya dipenuhi puluhan panah dan beberapa tombak. Dia terluka parah, tapi nampaknya tak dihiraukan. Dia menerjang ke barisan musuh dengan gagah berani.

Saya seolah paham dan mengerti betul siapa sang perwira yang gagah berani itu. Hatiku yakin bahwa orang itu adalah paman Nabiku, penghulu para syuhada uhud. Yah....itu adalah paman Hamzah.

Melihat adegan itu, aku menangis sesenggukan, sampai temanku terheran-heran.

" Ya Allah....Islam tegak dengan perjuangan yang demikian berat, memakan korban syuhada tak terkira. Oh... Begitu besar pengorbanan para sahabat Nabi dalam membela dan menegakkan agama tauhid ini. "

Dan sekarang, sepeninggal Nabi dan para sahabat, umat tercerai berai tergoda oleh gemerlapnya semua kekuasaan. Lupa akan semua pesan Nabinya. Siapa yang mau dan ikhlas mengingat umat ? Siapa ????

Kalau teringat itu semua, saya sering menangis sendirian di tengah malam. Saya selalu berdo'a pada Allah memintakan ampunan bagi saudaraku yang tengah lalai, saling berkelahi dengan saudaranya yang seiman.

Jika sudah larut dalam tangisan, maka yang terbayang dalam hatiku adalah Rasulullah. Teringat Rasulullah, pasti sangat sulit bagiku untuk menahan air mata untuk keluar.


3 komentar:

  1. Saudaraku. Benarkah semua yg anda ceritakan ini?

    BalasHapus
  2. Bisa saja.. mengapa tidak..?! Terkadang hal-hal yg menyangkut antara keimanan dgn kejadian diluar nalar akal.. tidak bisa diceritakan secara realita seperti sebuah surat.. pemahamannya cukup dgn yg tersirat

    BalasHapus
  3. Bisa saja.. mengapa tidak..?! Terkadang hal-hal yg menyangkut antara keimanan dgn kejadian diluar nalar akal.. tidak bisa diceritakan secara realita seperti sebuah surat.. pemahamannya cukup dgn yg tersirat

    BalasHapus